Perspektif HAM dan Teknologi dalam Fenomena Pemblokiran Kata “Asian” oleh Apple

Ilustrasi : Freepik.com

Oleh : Aflah Nityasa

Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut sebagai “HAM”) merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak lahir, melekat secara kodrati, serta diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa.[1] HAM bersifat universal, yakni HAM berlaku untuk siapa saja, dimana saja, dan tidak dapat dirampas oleh siapapun (non-derogable rights).[2] non-derogable rights sendiri adalah hak-hak sipil dan politik yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara dalam keadaan apapun.[3] Contohnya hak hidup, hak hak bebas dari penyiksaan, hak sebagai subjek hukum.[4]

Pembatasan, pelecehan, atau pengucilan baik langsung maupun tidak didasari pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, atau keyakinan politik yang berakibat pengurangan pengakuan HAM baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek lainnya dapat didefinisikan sebagai diskriminasi.[5] Diskriminasi atas suatu kelompok tertentu muncul karena stigma – stigma yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat terhadap kelompok tersebut. Stigma yang muncul seringkali memicu terjadinya konflik.[6] Terdapat beberapa jenis diskriminasi, diantaranya: diskriminasi ras, gender, agama, bahasa, grup sosial, dan minoritas.[7] Beracuan pada International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (selanjutnya disebut sebagai “ICERD”), diskriminasi ras adalah pada segala bentuk pembedaan ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan ataupun suku bangsa. Konsep ras, rasisme, dan praktik diskriminasi rasial diuraikan oleh Amnesty Internasional dalam publikasinya pada tahun 2001 yaitu ras tidak memiliki dasar biologis, namun merupakan kontruksi sosial yang biasanya didasarkan pada karakteristik fisik suatu kelompok, pengelompokan ras sering gunakan secara sewenang-wenang untuk tujuan politik. Ras dan rasisme sendiripun memiliki pengertian yang berubah seiring berjalannya waktu maupun lintas benua sehingga rasisme sering digunakan oleh kelompok ras yang dominan menjustifikasi kekuasaannya dan sikap-sikap yang merupakan ekspesi keputusasaan korban yang tidak berdaya.[8]

Dewasa ini, marak terdengar adanya tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap suatu ras, salah satunya yaitu diskriminasi terhadap Ras Asia yang tinggal di Amerika Serikat seperti munculnya frasa “kung flu” dan “China virus”, penyerangan seorang wanita Asia-Amerika di New York, hingga pembunuhan seorang imigran Thailand di San Francisco.[9] Munculnya aksi kekerasan bermotif rasisme ini dikenal dengan aksi Anti Asia. Tindakan ini tidak hanya berdampak pada orang – orang ras Asia yang tinggal di Amerikat Serikat, namun juga dirasakan oleh orang Ras Asia di seluruh dunia. Tindakan rasisme yang beredar di masyarakat lama-kelamaan merambah ranah teknologi.

Diketahui pada Februari 2020 diterima laporan bahwa Apple memblokir kata “Asian” pada perangkat Apple dengan software iPadOS 14.4.1 dan macOS 11.2.3 yang mengaktifkan content restrictions.[10] Pemblokiran kata “Asian” ini telah diberlakukan oleh Apple pada perangkat-perangkatnya selama hampir satu tahun.[11] Pemblokiran ini tidak hanya berlaku untuk kata “Asian” saja, namun juga terhadap kata-kata terkait, seperti “Asian culture”, “Asian Americans”, “Asian history”, “Asian market”, “stop Asian hate”, dan kata-kata sejenis. Apabila pengguna perangkat Apple dengan software iPadOS 14.4.1 dan macOS 11.2.3 mencari kata – kata yang berkaitan dengan “Asian” pada Safari maupun Google Chrome, pengguna akan terhubung ke adult content filter karena laman dengan hasil pencarian kata tersebut dianggap sebagai situs yang dibatasi, sehingga pengguna harus menonaktifkan content restrictions pada settings.[12] Salah satu staf Liaison of Public Search Google, Danny Sullivan, mengemukakan bahwa pembatasan konten ini merupakan tanggung jawab Apple sepenuhnya, bukan tanggung jawab pihak Google selaku search engine.[13]

Isu ini semakin merebak seiring dengan kemunculan tren “Stop Asian Hate” di internet setelah peristiwa penembakan massal di Atlanta, Amerika Serikat yang menewaskan 8 orang, yang 6 diantaranya adalah orang Asia.[14] Frasa “Stop Asian Hate” sendiri digunakan untuk mengambil tindakan atas kekerasan rasial Anti Asia yang melonjak tinggi sebesar 150% selama satu tahun terakhir di Amerika Serikat karena kondisi pandemi COVID-19 yang terjadi.[15]

Bercermin pada Article 1 Universal Declaration of Human Rights (selanjutnya disebut sebagai “UDHR”), “All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood.”. Ciri khas HAM yaitu prinsip kebebasan dan kesetaraan.[16] Selain itu, terdapat pula prinsip anti-diskriminasi yang dijunjung tinggi dalam HAM, sebagaimana tercermin pada Article 2 UDHR, “Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty.” Prinsip ini bertujuan agar setiap manusia mampu menikmati hak dan kebebasan-kebebasan yang diatur tanpa terkecuali, serta mencegah adanya tindakan diskriminatif yang ditunjukkan terhadap kelompok – kelompok tertentu.

Selain itu, menurut  Article 19 UDHR, “Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.” Dapat diartikan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi lewat media apa saja tidak memandang batasan tertentu. Hal ini pun dinyatakan dalam the International Covenant on Civil and Political Rights (selanjutnya disebut dengan ICCPR).[17] Tentu saja, sikap Apple dengan memblokir kata “Asian” ini tidak sejalan dengan Article 19 UDHR dan ICCPR. Apple jelas membatasi akses orang-orang yang ingin mencari informasi terkait Asian seperti Asian culture, Asian food, dsb.

Meskipun begitu, Apple sudah mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengeluarkan iOS 14.5 Beta. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan Apple tetap termasuk pada tindakan diskriminatif dan juga rasis karena dianggap menanamkan gagasan bahwa sesuatu yang berbau “Asian” adalah konten dewasa yang tidak pantas. Apple tidak menganggap ini mendesak sehingga memerlukan waktu yang terlalu lama dari masuknya laporan pertama sejak 7 Desember 2019 sampai dikeluarkannya iOS 14.5 Beta pada Maret 2021 untuk mengatasinya.[18] Berkaca dari fenomena ini, perlindungan HAM terhadap diskriminasi rasial masih belum sepenuhnya terjamin meskipun telah  diatur dalam berbagai konvensi HAM internasional. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum lebih tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM. Hal-hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar negara-negara untuk bersama memerangi diskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu dan menciptakan ruang yang inklusif untuk setiap manusia. Dalam ranah teknologi, peran masing-masing negara untuk menegakkan prinsip perlindungan HAM dapat tercermin melalui pembuatan regulasi teknologi informasi yang sensitif terhadap HAM baik hak sipil, ekonomi, politik, sosial, dan budaya, serta realisasi hak atas kebebasan akses informasi di internet yang telah didukung oleh lebih dari 40 negara Sidang ke-17 the Human Rights Council tanggal 10 Juni 2021.[19]

[1] Thor B. Sinaga. “Peranan Hukum Internasional dalam Penegakan Hak Asasi Manusia”, Sinaga T.B, Vol.I, No.2 (April-Juni, 2013): 95. http://repo.unsrat.ac.id/384/1/PERANAN_HUKUM_INTERNASIONAL_DALAM_PENEGAKAN_HAK_ASASI_MANUSIA.pdf

[2] Ibid.

[3] Suparman Marzuki. “Perspektif Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Asasi Manusia”, Kajian Tiga Putusan Mahkamah Konstitusi : Nomor 065/PUU-II/2004; Nomor 102/PUUVII/2009 dan Nomor 140/PUU-VII/2009 (November, 2013): 197.

[4] Ibid.

[5] Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

[6] Hesti Armiwulan. “Diskriminasi Rasial dan Etnis sebagai Persoalan Hukum dan Hak Asasi Manusia”, MMH, Jilid 44, No.4 (Oktober, 2015): 494-495. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/12839/9618.

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Victoria Song. “Apple Fixes ‘Asian’ Adult Content Filter, but We Need More”. https://gizmodo.com/apple-fixes-asian-adult-content-filter-but-we-need-mor-1846585078 (diakses 31 Juli 2021).

[10] Mitchell Clark. “Apple blocked some searches with the word ‘Asian’, and now it’s getting fixed”. https://www.theverge.com/2021/3/30/22358756/apple-blocked-asian-searches-content-filter-ios-iphone. (diakses 16 April 2021).

[11] Ibid.

[12] Matt Binder. “Apple Will Finally fix the iOS issue that blocked searches for ‘Asian’ as adult content”. https://sea.mashable.com/tech/15130/apple-will-finally-fix-the-ios-issue-that-blocked-searches-for-asian-as-adult-content (diakses 16 April 2021).

[13] Ibid.

[14] The New York Times. “8 Dead in Atlanta Spa Shootings, With Fears of Anti-Asian Bias”. https://www.nytimes.com/live/2021/03/17/us/shooting-atlanta-acworth (diakses 29 Juli 2021).

[15] Matt Binder, Loc. Cit.

[16] Ian D. Seiderman, Loc. Cit.

[17] Stephanie Borg Psaila. “’UN Declares Internet Access A Human Right’ – Did It Really?”. https://www.diplomacy.edu/blog/%E2%80%98un-declares-internet-access-human-right%E2%80%99-%E2%80%93-did-it-really (diakses 1 Agustus 2021).

[18] Victoria Song, Loc. Cit.

[19] Stephanie Borg Psaila. Loc. Cit.

ilustrasi : <a href=”https://www.freepik.com/photos/silence”>Silence photo created by Racool_studio – www.freepik.com</a>

 

Leave a comment

Your email address will not be published.