Oleh: Netta Nathania
Teknologi blockchain tidak lagi melibatkan pihak ketiga dalam sebuah transaksi. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan distributed ledger yaitu desentralisasi penyimpanan data yang mencatat detail transaksi dalam sebuah sistem yang aman, transparan, dan efisien. Transparansi dalam pencatatan ini merupakan salah satu kunci yang dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya pemalsuan data transaksi atau fraud[1]. Selain itu, blockchain juga melindungi dari perubahan atau penghapusan oleh pihak lain sehingga menjamin berjalannya transaksi lebih efektif dan cepat.
Insurance Technology (“InsurTech”) berpotensi menjadi salah satu industri yang mengimplementasikan teknologi blockchain. Penggunaan blockchain pada jasa asuransi akan memudahkan dan menyederhanakan proses transaksi dan memberikan keamanan bagi perusahaan asuransi hingga pemegang polis.[2] Implementasi blockchain dalam InsurTech juga dapat meminimalisir risiko fraud.[3] Selain itu, penerapan smart contract berdasarkan teknologi blockchain juga memungkinkan perusahaan asuransi untuk menyediakan produk asuransi baru yang inovatif.
Perusahaan asuransi AXA mengeluarkan produk asuransi bernama Fizzy. Produk ini menyediakan asuransi dalam hal terjadinya penundaan jadwal penerbangan. Menariknya adalah produk ini menggunakan sistem blockchain Ethereum untuk menyimpan informasi asuransi dan untuk memproses klaimnya.[4] Seluruh proses klaim asuransi Fizzy ini dilakukan secara otomatis, dengan cepat, tanpa penyertaan dokumen tambahan dan tanpa adanya partisipasi manusia dalam prosesnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan teknologi blockchain dan smart contract berpotensi untuk mempercepat dan menyederhanakan proses klaim asuransi.
Walaupun implementasi blockchain dalam InsurTech memiliki manfaat yang signifikan, ada tantangan-tantangan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penyelenggara harus mengindahkan asas kehati-hatian dalam penerapan blockchain dan pengembangannya dalam InsurTech karena industri asuransi merupakan salah satu highly-regulated industry. Asas kehati-hatian ini bertujuan untuk memberikan kepastian dan keamanan dalam penjaminan dan pengelolaan risiko. Kedua, berkaitan dengan mekanisme perlindungan data dari pemegang polis yang tersimpan dalam sistem blockchain. Blockchain bersifat immutable yang berarti data yang tersimpan tidak dapat dihapus atau dihilangkan lagi oleh sistem.[5] Kebijakan internal perusahaan asuransi terkait pengambilan, penyimpanan, pemrosesan dan penghapusan data pemegang polis perlu diatur sedemikian rupa agar mengindahkan hak-hak terkait perlindungan data nasabah. Bagaimana jika ada pemegang polis yang ingin berhenti menggunakan layanan dan ingin menghapus data-data yang dimilikinya dalam jaringan blockchain.
Dari segi praktik bisnis di Indonesia, perkembangan InsurTech masih ketinggalan dibandingkan dengan layanan fintech lainnya. Bank BCA mengklaim bahwa mereka telah menerapkan teknologi blockchain dalam untuk kegiatan back office untuk mempercepat dan mengurangi kompleksitas transaksi pembayaran, dan menekan biaya operasional.[6] Walaupun penerapan tersebut bukan dalam rangka pengembangan produk InsurTech, namun hal ini merupakan langkah awal dalam ekosistem blockchain dan Insurtech di Indonesia.
Dari segi regulasi, implementasi blockchain dan InsurTech di Indonesia hanya diatur berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Walaupun begitu, Otoritas Jasa Keuangan sedang merumuskan suatu aturan khusus terkait dengan implementasi Insurtech.[7] Masih banyak isu yang perlu dibahas, dipertimbangkan, dan dicari solusinya. Diantaranya adalah mengenai teknis produk asuransi yang ditawarkan, standar keamanan dari penyelenggaraan sistem elektroniknya, perlindungan konsumen, manajemen risiko, dan persaingan usaha antara penyelenggara.[8]
Ruang gerak perusahaan asuransi untuk memanfaatkan teknologi blockchain dan smart contract dalam kegiatan InsurTech di Indonesia masih besar. Pemanfaatan tersebut dapat meminimalisir risiko fraud, memudahkan serta menyederhanakan proses transaksi asuransi. Namun, memang ada tantangan yang perlu dipikirkan solusinya. Ditambah lagi permasalahan mengenai literasi digital masyarakat Indonesia yang rendah. Walaupun begitu, potensi dan kesempatan yang ditawarkan oleh teknologi blockchain dalam industri asuransi di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya dapat memfokuskan dan mengarahkan kebijakan untuk mendorong inovasi dan pengembangan teknologi ini untuk memajukan ekonomi dan kedaulatan teknologi bagi Negara Indonesia.