Kesiapan Indonesia Dalam Menerapkan Central Bank Digital Currency

Oleh: Akhmad Farhan Nazhari

 

Perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0 mempengaruhi perkembangan di sektor jasa keuangan, yang ditandai munculnya finance technology, yaitu sektr jasa keuangan berbasis digital seperti layanan e-banking, mobile banking, dan cryptocurrency. Saat ini, finance technology berperan vital di masyarakat karena saat ini masyarakat cenderung menerapkan gerakan cashless society, yaitu gerakan penggunaan layanan keuangan digital dan mengurangi penggunaan uang tunai. Saat ini, layanan jasa keuangan digital masih dijalankan oleh pihak swasta, yang seharusnya merupakan domain atau kewenangan daripada bank sentral selaku lembaga yang mengatur kebijakan moneter dan finansial.[1] Berangkat dari hal tersebut, mendorong inovasi bank sentral untuk mengatur layanan keuangan digital melalui penerapan Central Bank Digital Currency (“CBDC”).

CBDC merupakan mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral untuk dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran yang sah (legal tender) layaknya uang tunai.[2] Maksud dari alternatif alat pembayaran sah adalah CBDC berlaku tanpa menggantikan keberadaan dan penggunaan dari uang tunai, sehingga CBDC menjadi opsi legal tender bagi masyarakat yang membutuhkan penggunaan CBDC. Melihat kehidupan yang semakin bergantung terhadap teknologi, penting bagi masyarakat untuk bisa menggunakan mata uang digital demi memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.[3] Keuntungan penerapan CBDC adalah kemudahan proses distribusi uang dari bank sentral kepada berbagai bank yang berada di berbagai daerah, karena distribusi CBDC tidak memerlukan pengiriman uang secara tunai, melainkan hanya cukup pengiriman secara digital.[4] Selain itu, penerapan CBDC juga dapat mengurangi potensi terjadinya kejahatan keuangan seperti pencucian uang, pemalsuan uang, dan operasi transaksi ilegal di black market.[5]

Dalam menerapkan CBDC, perlu untuk memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan teknologi, kondisi masyarakat, dan ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan supaya dalam penerapannya dapat berjalan efektif dan efisien serta mewadahi kebutuhan masyarakat.[6] Melihat kondisi ekonomi di Indonesia, dimana pertumbuhan perekonomian tidak merata antar berbagai daerah yang menyebabkan ketimpangan ekonomi, yang dapat menghalangi penggunaan CBDC karena tidak terdapat pusat ekonomi yang mendukung digitalisasi. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sentra ekonomi digital baru yang dapat mendukung penggunaan teknologi finansial.

Selanjutnya, infrastruktur teknologi di Indonesia belum sepenuhnya siap karena terbatasnya akses internet bagi masyarakat, serta kondisi masyarakat Indonesia yang belum semuanya memiliki akun rekening di bank dan belum semuanya dapat mengoperasikan teknologi. Menanggapi hal ini, Pemerintah telah mengupayakan konektivitas berbagai daerah melalui program “Palapa Ring”.[7] Namun, hal ini dirasa belum cukup mengingat masih diperlukannya transformasi digital berupa inovasi teknologi yang mendukung akses masyarakat terhadap teknologi[8].

Di Indonesia, belum terdapat ketentuan hukum yang mengatur mengenai keberlakuan mata uang digital karena saat ini, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 angka 2 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU No. 7 Tahun 2011”), yang mengatur bahwa mata uang yang berlaku sah di Indonesia adalah rupiah dalam bentuk uang tunai. Selain masih terdapat halangan mengenai keabsahan mata uang digital, dalam PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik, juga diatur bahwa penerbitan uang digital hanya bisa diterbitkan oleh bank umum dan badan usaha yang berbadan hukum, maka dari itu secara hukum Bank Indonesia tidak dapat menerbitkan mata uang digital. Berdasarkan adanya kedua halangan tersebut, dimana tidak adanya ketentuan hukum yang mengatur mengenai pemberlakuan mata uang digital oleh bank sentral dan ditambah dengan tidak adanya kewenangan bank sentral atas penerbitan uang digital, dapat menyebabkan ketidakstabilan di sektor jasa keuangan karena tidak ada ketentuan hukum yang melindungi dan mengawasi penerapan layanan keuangan digital.

Apabila kita melihat di China, dimana telah dikembangkan mata uang digital yang dikendalikan penuh oleh People’s Bank of China (PBOC) sebagai bank sentral dan telah diuji coba untuk melakukan transaksi keuangan serta berlakunya mata uang digital tersebut juga diwadahi dengan dikembangkannya rancangan regulasi yang mengatur mengenai pemberlakuan mata uang digital di China tersebut.[9] Dalam rancangan tersebut, salah satu terobosannya adalah dalam penggunaan mata uang digital yang diberi nama DCEP tersebut, dapat dilakukan secara offline.[10] Dari percobaan DCEP tersebut, dapat dijadikan pedoman bagi Bank Indonesia dalam menerapkan CBDC.

Oleh karena itu, sebelum Indonesia akan menerapkan CBDC, perlu dilakukan reformasi hukum terkait pemberlakuan mata uang digital sehingga CBDC dapat berstatus legal tender dan dapat berlaku di wilayah hukum Indonesia, dengan melakukan perubahan atas UU No. 7 Tahun 2011, beserta peraturan di bawahnya yang mengatur mengenai pemberlakuan mata uang di Indonesia. Kemudian, perlu juga diatur terkait kewenangan bank sentral sebagai lembaga kebijakan moneter dan finansial dalam menerbitkan mata uang digital dan melakukan pengawasan, melalui perubahan UU Bank Indonesia, UU Perbankan, dan melalui pembentukan Peraturan Bank Indonesia. Tujuan dari reformasi hukum tersebut adalah supaya dalam penerapan CBDC terdapat jaminan kepastian hukum yang mengatur pemberlakuan CBDC.

Disamping diperlukannya sebuah reformasi hukum, pemerintah Indonesia juga perlu mengimbangi reformasi hukum tersebut dengan mengembangkan desain teknologi yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia, berupa infrastruktur DLT yang akan menjalankan program digitalisasi mata uang, dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap penggunaan CBDC, serta menghindari terjadinya cybercrime.


[1] Krisna Wijaya, “Mata Uang Digital Bank Sentral”, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, (2019), http://lppi.or.id/site/assets/files/1423/a_11_mata_uang_digital_bank_sentral.pdf.

[2] Kochergin, Dmitry dan Yangirova A.I, “Central Bank Digital Currencies: Key Characteristics and Directions of Influence on Monetary and Credit and Payment Systems”, Finance: Theory and Practice, Vol. 23, No. 4, (2019), https://www.researchgate.net/publication/335351165_Central_bank_Digital_Currencies_Key_Characteristics_and_Directions_of_Influence_on_Monetary_and_Credit_and_Payment_Systems.

[3] Bank of England, “Discussion Paper Central Bank Digital Currency”, (2020), https://www.bankofengland.co.uk/-/media/boe/files/paper/2020/central-bank-digital-currency-opportunities-challenges-and-design.pdf.

[4] Ward, Orla dan Sabrina, Rochemont, “Understanding Central Bank Digital Currencies (CBDC)”, Institute and Faculty of Actuaries, (2019), https://www.actuaries.org.uk/documents/understanding-central-bank-digital-currencies-cbdc.

[5] Committee on Payments and Market Infrastructures and Market Committee, “Central Bank Digital Currency”. Bank for International Settlements, (2018), https://www.bis.org/cpmi/publ/d174.pdf.

[6] Auer, Raphael et al, “Rise of the central bank digital currencies: drivers, approaches, and technologies”, Bank for International Settlements Working Papers, (2020), https://www.bis.org/publ/work880.pdf.

[7] Leski Rizkinaswara, “Palapa Ring”, https://aptika.kominfo.go.id/2020/01/palapa-ring/ (diakses 11 Maret 2021).

[8] Penjelasan Umum UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

[9] Yeung, Karen, “What is China’s Cryptocurrency Alternative Sovereign Digital Currency and Why Is It Not Like Bitcoin?”, (2020), https://www.scmp.com/economy/china-economy/article/3083952/what-chinas-cryptocurrency-sovereign-digital-currency-and-why.

[10] Michael, “China’s National Digital Currency DCEP/CBDC Overview”, https://boxmining.com/dcep/ (diakses 11 Maret 2021).

Ilustrasi gambar : pexels.com

Leave a comment

Your email address will not be published.