Refleksi Pemanfaatan Account Aggregator di India, Potensi Pewujudan Keuangan Inklusif di Indonesia?


Oleh : Danastri Puspitasari

Keuangan inklusif (financial inclusion) merupakan aspek penting dalam menciptakan stabilitas keuangan. Keuangan inklusif merupakan sebuah kondisi dimana setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara efektif, efisien serta aman sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.[1] Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (pada tahun 2019, Indeks inklusi keuangan di Indonesia dalam beberapa tahun mengalami peningkatan yang bermula berada pada 67,8% (2016) menjadi 76,19% (2019).[2] Dampak peningkatan indeks inklusi keuangan ini, dapat membuka peluang bagi perusahaan teknologi finansial (‘tekfin’) di Indonesia untuk melakukan pengembangan salah satunya dalam bentuk Account Aggregator.[3]

Account Aggregator merupakan proses dimana data dari semua akun keuangan seseorang (tabungan, giro, CDs, dan brokerage accounts, dll) dikumpulkan dalam satu tempat, yang berbentuk aplikasi.[4] Kegunaan dari Account Aggregator salah satunya adalah sebagai alat manajemen dan perencanaan keuangan. Keberadaan Account Aggregator memberikan laporan berupa gambaran yang lebih lengkap tentang aset keuangan, seperti perencanaan tabungan untuk masa pensiun dan perguruan tinggi[5]. Dari manfaat tersebut, peluang apakah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam penggunaan Account Aggregator?

Account Aggregation sebagai Solusi atas Sulitnya Akses terhadap Lembaga Keuangan

 

Negara India merupakan negara yang popular menggunakan Account Aggregator. Penggunaan Account Aggregator untuk para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (‘UMKM’) di India berangkat dari sulitnya akses untuk pendanaan kredit dikarenakan kekurangan data serta kesehatan finansial bisnisnya[6]. Dengan kekurangan data tersebut, pihak pemberi kredit mengevaluasi bisnis dari UMKM berdasarkan agunan yang ditawarkan atau berdasarkan laporan keuangan dari pihak kreditur. Hal ini kemudian menjadi kendala yaitu sulitnya mengetahui kondisi terkini dari pihak kreditur[7].

Account Aggregator dianggap menjadi solusi dengan menyajikan data dalam akses produk finansial yang berbiaya rendah dan pelayanan baik untuk nasabah dan bisnisnya. Hal inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh pihak peminjam dana seperti bank maupun perusahaan finansial non-bank (‘PFNB’), serta pelaku usaha tekfin dengan merampingkan pengumpulan berbagai informasi keuangan kreditur serta memverifikasi dan memproses data tersebut dengan lebih efektif.[8] Berdasarkan data dari Kementrian UMKM India didapati bahwa 84% UMKM mendapatkan pendanaan dari sektor informal sedangkan untuk sektor formal hanya menempati sebanyak 16%[9].

Dengan data-sharing yang ditawarkan oleh Account Aggregator, pemberi pinjaman dapat menggunakan data dari calon kreditur seperti pembayaran pajak, berbagai transaksi online, dll untuk mempertimbangkan kelayakan pemberian kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.

Aspek yang krusial untuk diperhatikan dalam pemanfaatan Account Aggregation adalah perlindungan data pribadi . Melalui Directions regarding Registration and Operations of NBFC – Account Aggregators yang dikeluarkan oleh Reserve Bank of India, diatur mengenai ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan data ini terutama pada Section 5(g) yang menyebutkan bahwa perlunya pernyataan yang secara eksplisit menjamin perlindungan untuk hak-hak pengguna.[11]

 UMKM di Indonesia juga menemui permasalahan dengan sulitnya akses permodalan dikarenakan syarat peminjaman pada bank konvensional yang cukup rumit. Salah satu contohnya adalah pengaksesan kredit secara konvensional wajib untuk melakukan jaminan dengan agunan[12], kemudian syarat bagi UMKM untuk sudah menjalankan produksinya dalam jangka waktu tertentu padahal dalam hal ini UMKM yang baru akan memulai produksinya, sangat membutuhkan modal agar produksi bisa dimulai dan berjalan.

Denganuntuk pengajuan kredit terlebih bagi UMKM dalam hal ini dapat disubstitusi dengan data-data berupa riwayat dari masing-masing calon kreditur yang dapat dinilai oleh credit analyst apakah sudah memenuhi prinsip  5C dan 7P yang nantinya dapat menjadi pertimbangan apakah calon kreditur mempunyai kemampuan untuk membayar kembali kreditnya.

Pemanfaatan Account Aggregator oleh Pemerintah Indonesia

Account Aggregator juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal penyaluran bantuan maupuan subsidi yang lebih efektif, efisien, dan transparan. Hal ini dapat membantu mengurangi resiko human er serta mempersempit ruang untuk kolusi, korupsi, maupuan nepotisme sebagai contoh penggunaan India Stack yang diterapkan oleh Pemerintah India, terlebih pada masa pandemi kini. IndiaStack menjadi

Manfaat lain dari penggunaan Account Aggregator untuk pemerintah adalah kemudahan pengenaan pajak dengan data yang lebih akurat dari seluruh transaksi yang terjadi di e-commerce marketplace. Dalam hal finansial, the Reserve Bank of India mempunyai kewenangan untuk melakukan lisensi bagi siapa saja

Berkaca dari India, Pemerintah Indonesia dapat mengimplementasikan pembangunan infrastruktur digital dengan mengagregasikan berbagai layanan perbankan maupun tekfin yang sudah mengantongi izin resmi.

Kesimpulan

Account Aggregator memiliki manfaat bagi masyarakat, pelaku usaha, maupun pemerintah. Bagi pelaku usaha, Account Aggregator dapat menjadi solusi atas sulitnya akses permodalan, kemudian bagi pemerintah dapat menjadi opsi untuk penyaluran bantuan secara transparan, efektif, serta efisien. Account Aggregator mempunyai peluang untuk dikembangkan demi terciptanya keuangan inklusif di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, patut diperhatikan aspek perlindungan data mengingat Account Aggregator ini menggunakan pemberian data sehingga mengharuskan pembuatnya untuk memitigasi risiko-risiko yang mengancam data tersebut.

[1] Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

[2] Siaran Pers SP 58/DHMS/OJK/XI/2019, https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-Survei-OJK-2019-Indeks-Literasi-Dan-Inklusi-Keuangan-Meningkat.aspx, diakses pada tanggal 18 September 2020.

[3] pelayanan untuk mengambil atau mengumpulkan informasi nasabahnya yang berkaitan dengan aset keuangan serta mengkonsolidasikan, mengatur, dan menyajikan informasi tesebut kepada pelanggan atau orang lain sesuai instruksi pelanggan. Baca lebih lanjut pada Clause I, section 3-I Directions regarding Registration and Operations of NBFC – Account Aggregators under section 45-IA of the Reserve Bank of India Act, 1934, https://www.rbi.org.in/Scripts/bs_viewcontent.aspx?Id=3142

[4] Julia Kagan, “Account Aggregation”, https://www.investopedia.com/terms/a/account-aggregation.aspm, diakses pada tanggal 1 Oktober 2020.

[5] Ibid.

[6]Schachindra Nath,”Account Aggregators Can Change The Lending Landscape, But There Is a Hitch”, The Economic Times, https://economictimes.indiatimes.com/small-biz/money/account-aggregators-can-change-the-lending-landscape-but-there-is-a-hitch/articleshow/78716071.cms?from=mdr, diakses 22 Maret 2021

[7]Ibid.,

[8] Ibid.,

[9] MSME Annual Report 16-17, Bank and NBFC Ars, SIDBI, RBI, NABARD, Primary Research, Intellecap Analysis, sebagaimana dikutip oleh International Finance Corporation,”Financing India’s MSMEs, Estimation of Debt Requirement of MSMEs in India”, https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/dcf9d09d-68ad-4e54-b9b7-614c143735fb/Financing+India’s+MSMEs+-+Estimation+of+Debt+Requirement+of+MSMEs+in+India.pdf?MOD=AJPERES&CVID=my3Cmzl , diakses 3 April 2021

[10] Schachindra Nath, loc.cit.

[11] Teknologi dari Account Aggregator memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana diatur pada Section 6 Direction regarding Registration and Operations of NBFC – Account Aggregators under section 45-IA of the Reserve Bank of India Act, 1934, diantaranya :

  1. Mampu memayungi aset finansial maupun pelayanan finansial yang dapat diakui oleh Bank dalam waktu kedepan
  2. Perlindungan sistem IT atas unathourized access, kerusakan, perubahan, penyebaran data
  3. Disaster Risk Managemet
  4. Kontinuitas bisnis
  5. Audit eksternal sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun yang harus dilaporkan pada Department of Non-Banking Supervision

[12] Widiyo Suryo Wibowo, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) oleh Bank Umum”, Notarius, Volume 13, No. 2, 2020, hlm. 712.

[13] API merupakan software yang memungkinkan dua atau lebih aplikasi untuk berinteraksi satu sama lain secara terintegrasi.

[14] Katakam, Arunjay, “IndiaStack can help India recover from COVID-19, but execution is critical,” BFA Global, https://bfaglobal.com/catalyst-fund/insights/indiastack-can-help-india-recover-from-covid-19-but-execution-is-critical/ diakses 17 September 2019.

[15] Ibid.

[16] Digfin, “The India Stack : as explained by Nandan Nilekani,” Digfingroup.com, https://www.digfingroup.com/india-stack/, diakses 17 September 2019.

 

ilustrasi diambil dari pexels.com

Leave a comment

Your email address will not be published.