Oleh : Mutiara Anisah
Perkembangan Artificial Inteligence (AI) memberikan dampak kepada sistem pengadilan pidana di dunia. Salah satu contoh penerapannya adalah pada pengadilan pidana di Amerika Serikat telah menggunakan sistem bernama COMPAS, yang bekerja menggunakan algoritma untuk memprediksi risiko residivisme yang kemudian menjadi dasar pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan penahanan pra-pengadilan.[1] Melihat kondisi tersebut, muncul pertanyaan apakah AI dapat membantu atau bahkan menggantikan hakim untuk menjatuhkan putusan di pengadilan pidana di Indonesia?
Perbandingan Hakim dan Hakim AI dalam pengambilan Putusan
Pada hakikatnya, tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materil atau kebenaran sesungguhnya.[2] Dari landasan tersebut majelis hakim dalam menjatuhkan sebuah putusan wajib untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya dengan memperhatikan prinsip “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia dan terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam menemukan kebenaran materiil, hakim wajib mempertimbangkan banyak aspek yaitu aspek sosiologis, hukum adat, hukum positif yang berlaku. Lalu, keyakinan hakim juga harus didasari pada rasa keadilan yang diseimbangkan dengan duduk perkara yang ada.[3] Perlu diingat juga bahwa di Indonesia menganut sistem pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijstheorie) dimana dasar pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat(-alat) bukti dalam undang-undang dibuktikan secara negatif sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP. [4]
Kemudian apakah AI dalam membuat sebuah putusan dapat mempertimbangkan berbagai aspek tersebut?
Dalam mengambil sebuah putusan, AI beroperasi berdasarkan logika dimana informasi yang dimasukkan ke dalam sistem akan diolah dengan algoritma yang terprogram untuk menentukan suatu hasil yang telah ditentukan.[5] Sumber informasi yang dimasukkan berasal dari legal databases yang telah diolah menggunakan metode natural language processing untuk membantu pencarian materi (hukum ataupun yurisprudensi). Dengan data tersebut, AI akan menyeleksi data yang relevan sesuai dengan perkara yang sedang berjalan. Hasil seleksi tersebut merupakan sumber hukum sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil putusan.[6]
Dari penjelasan di atas, putusan yang diambil oleh AI sebagai hakim akan cenderung bersifat kaku dan kurang mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bersifat humanis. Terlebih lagi dalam sebuah putusan, ada kewajiban untuk mencantumkan pertimbangan-pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim. Hasil analisis AI juga memiliki risiko inheren berupa black box effect yang mana AI tersebut tidak dapat menunjukkan bagaimana ia memproses data dari awal hingga sebuah kesimpulan dapat dirumuskan.[7]
Peran yang dapat diambil oleh AI dalam Pengadilan Pidana di Indonesia: Refleksi Penggunaan AI di Jursidiksi lain
Walaupun masih ada keragu-raguan dalam penggunaan AI sebagai hakim secara menyeluruh, AI masih dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal di pengadilan pidana di Indonesia. Pertama, AI dapat mengatur dan menampung informasi dan dokumen yang berkaitan dengan perkara, seperti sistem “eDiscovery” yang digunakan di pengadilan pidana di Amerika Serikat, sistem ini mampu menyaring informasi-informasi relevan.[8] Kedua, memberikan pertimbangan hukum kepada hakim dalam memutus sebuah perkara pidana yang memuat prediksi-prediksi hasil akhir perkara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan hukum yang diberikan.[9] Seperti contoh sistem “COMPAS” pada pengadilan pidana di Amerika Serikat sebelumnya.[10] Ketiga, menjadi asisten pengadilan sebagaimana yang diterapkan oleh pengadilan pidana di Shanghai yang disebut sebagai “206 System”. Sistem ini dapat menerima perintah lisan untuk menampilkan informasi yang relevan yang kemudian membuat berita acara sidang dan mengidentifikasi pembicara, memastikan sebuah fakta persidangan, mengidentifikasi bukti, dan memberikan pertimbangan hukum.[11]
Ilustrasi gambar : Pexels.com
Kesimpulan
Penjatuhan putusan pada pengadilan pidana perlu memperhatikan banyak aspek termasuk hati nurani dan keadilan maka peran manusia dapat dibilang tidak dapat tergantikan dalam aspek tersebut. Namun, hakim sebagai manusia juga memiliki kekurangan, di antaranya batasan dalam menganalisis data yang banyak maupun mengingat. Dalam sisi ini AI memberikan pertimbangan dan mengumpulkan informasi untuk mempermudah hakim dalam menjatuhkan putusan. Perkembangan dan perubahan merupakan sebuah kepastian maka wajib bagi kita untuk memanfaatkan perkembangan tersebut untuk mengisi sebuah ”ruang” kekosongan dan keterbatasan manusia sehingga manusia dalam bekerja dapat lebih efektif dan menghasilkan hasil yang lebih optimal.
[1] Francesco Contini, “Artificial Intelligence and the Transformation of Humans, Law and Technology Interactions in Judicial Proceedings”, Law, Technology and Humans, Vol. 2, No, 1, 2020, hlm 11.
[2] Eddy O.S. Hiariej, 2016, Prinsip – Prinsip Hukum Pidana edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 19
[3] Akkam Jayadi, “Beberapa Catatan tentang Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, Jurisprudentie, Vol. 5, No, 1, Juni, 2018, hlm 17 – 18.
[4] Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 17.
[5] Tania Sourdin, “Judge v Robot? Artificial Intelligence and Judicial Decision”, UNSW Law Journal, Vol. 41, No, 4, 2018, hlm 1128.
[6] Ibid 1125
[7] Aleš Završnik, “Criminal justice, artificial intelligence systems, and human rights”, ERA Forum 20, 567–583 (2020). https://doi.org/10.1007/s12027-020-00602-0, hlm. 568.
[8] A. D. (Dory) Reiling, “Courts and Artificial Intelligence”, International Journal for Court Administration, Vol. 8, No, 4, 2018, . DOI: https://doi.org/10.36745/ijca.343 hlm 3
[9] Ibid 4
[10] Liu, Han-Wei and Lin, Ching-Fu and Chen, Yu-Jie, Beyond State v. Loomis: Artificial Intelligence, Government Algorithmization, and Accountability, International Journal of Law and Information Technology, Vol. 27, Issue 2, December, 2018, hlm 6 – 15.
[11] Liang Chenyu, “Shanghai Court Adopts New AI Assistant”,
https://www.sixthtone.com/news/1003496/shanghai-court-adopts-new-ai-assistant, diakses 18 September 2020