Legalitas Pemanfaatan Chimera di Masa Depan: Hanya Angan – Angan?

Oleh: Mutiara Anisah[1], Irishtsany Indira Laily[2]

“Science and technology are what we can do; morality is what we agree we should or should not do.” ~ E. O. Wilson.

         Pernahkah kalian pernah berpikir bahwa mungkinkah terjadi persilangan antara manusia dengan hewan? Pasti jawaban yang terlintas adalah “mungkin saja”, kemudian terpikirkan kembali “apakah hal tersebut tidak melanggar etika?”. Namun. bagaimana apabila penemuan tersebut berguna untuk kehidupan manusia? Pertanyaan – pertanyaan seperti ini rasanya akan sangat berhubungan dengan diskusi penulisan kali ini, yaitu chimera.

CHIMERA, Makhluk Apakah itu?

         Beberapa diantara kalian mungkin tidak asing dengan makhluk Chimera. Yap, Chimera merupakan hewan dalam cerita mitologi yunani yaitu makhluk dengan gabungan singa, ular, dan kambing. Namun bukan Chimera ini yang dimaksud dalam Diskusi kali ini melainkan Chimera dalam Bioteknologi. Chimera adalah organisme atau jaringan yang mengandung paling sedikit dua set DNA yang berbeda. Terdapat beberapa jenis Chimera. Pertama, Mosaics yaitu organisme yang mengandung populasi sel yang berbeda secara genetik yang berasal dari satu zigot. Kedua, Hibrida, yaitu organisme yang mengandung populasi sel identik secara genetik yang berasal dari persilangan dua spesies berbeda.[3]

         Metode yang digunakan dalam pembuatan Chimera berkembang dari masa ke masa, sehingga teknik pengembangan terdapat berbagai macam mulai tadi teknik konvensional hingga teknik modern. Pada metode konvensional mulai dari donasi organ antar spesies atau xenotransplantasi, teknik rekombinasi genetik. Sedangkan metode modern dilakukan dengan beberapa cara seperti menggabungkan Sel Punca dan embrio untuk menciptakan Chimera, kemudian teknik Kloning untuk menghasilkan embrio Human-Non Human.[4]

 

MANUSIA X MONYET[5]

Salah satu penemuan Chimera terbaru adalah Chimera gabungan monyet dan manusia yang diciptakan oleh ilmuwan asal Salk Institute di California.[6] Dalam Laporan penelitiannya berjudul “Chimeric Contribution of Human Extended Pluripotent Stem Cells to Monkey Embryos Ex Vivo” yang diterbitkan pada Jurnal Cell dijelaskan bahwa manusia memiliki pluripotent stem cells (PSCs), yaitu sel punca yang dapat berdiferensiasi menjadi seluruh jenis sel lain dalam tubuh. Oleh karena itu, para peneliti bermaksud menciptakan chimera dengan cara menggabungkan PSCs tadi dengan kultur embrio primata monyet makaka (Macaca fascicularis) secara ex vivo[7].

Melalui eksperimen tersebut ditemukan bahwa sel punca manusia dapat bertahan, memperbanyak diri, dan menciptakan keturunan sel baru di dalam embrio monyet makaka. Para peneliti juga melihat adanya komunikasi sel yang kemungkinan dapat membantu mengidentifikasi jalur perkembangan antara sel manusia dan monyet dalam embrio chimera. Eksperimen ini dilakukan dengan harapan dapat bermanfaat untuk aplikasi pengobatan regeneratif serta untuk menghasilkan organ dan jaringan untuk treatment transplantasi.

 

PRO DAN KONTRA: ETIK?

         Perlu diketahui bahwa masih banyak penemuan – penemuan chimera dengan persilangan makhluk berbeda. Seperti contoh lagi adalah persilangan chimera babi dan manusia.[8] Namun penemuan Chimera secara umum kerap menimbulkan pro dan kontra dikalangan para ilmuwan. Alasan diciptakannya chimera dilatarbelakangi dengan langkanya organ transparansi di dunia, sehingga diharapkan Chimera bisa menjadi solusi atas kelangkaan tersebut.

Pertanyaannya apakah alasan diatas cukup untuk menjustifikasi dikembangkannya Chimera? Penemuan sebuah teknologi tidak bisa terlepas dari etika dan moral, sehingga sangat bergantung dengan penerimaan manusia.[9] Maka disinilah bioetika berperan. Tom Beauchamp dan James F. Childress, ahli bioetika, mencetuskan 4 prinsip dalam bioetika, yaitu prinsip menghormati otonomi (respect for autonomy), prinsip tidak melakukan keburukan (non-maleficence), prinsip melakukan kebaikan (beneficence), dan prinsip keadilan (justice).[10] Sehingga sebuah eksperimen diharapkan tidak menyimpang dari prinsip tersebut.

Kembali kepada pro dan kontra Chimera. Dalam artikel berjudul “Ethical arguments concerning human-animal Chimera research: a systematic review[11] yang menuliskan kategori – kategori alasan pro dan kontranya Chimera Manusia dan Hewan pada berbagai literatur. Pertama, dalam pembuatan Chimera dikhawatirkan akan berpotensi terjadinya penganiayaan hewan, penganiayaan manusia, dan penyalahgunaan bahan manusia. Kedua, Perlakuan terhadap Chimera kelak. Beberapa literatur menyatakan bahwa ditakutkan akan terjadi perbedaan perlakuan akibat dari status moralnya. Beberapa berasumsi bahwa chimera akan diperlakukan dengan status moralnya hewan, namun ada juga yang berpendapat bahwa status moralnya akan diperlakukan sebagai analog manusia.

Ketiga, potensi masalah yang akan diakibatkan adanya Chimera. Secara luas dalam segmen ini terdapat beberapa pendapat, yaitu berkaitan dengan implikasi metafisik, kemudian potensi adanya masalah sosial seperti kebingungan moral. Keempat, Efek Hilir yaitu bahaya yang dihasilkan dari penerapan Chimera dan sumber daya yang harus diinvestasikan. Argumentasi yang diberikan adalah mengenai bahaya pasien yang menggunakan transparansi organ chimeric, kemudian kepentingan pihak ketiga yang terdampak seperti pendanaan dan biosafety.

Jika diperhatikan secara umum, maka rata – rata permasalahan yang paling sering diperdebatkan adalah bagaimana status moral Chimera ini. Bagaimana tingkatan moral yang akan didapatkan? Tentu ini perdebatan yang cukup panjang. Berbagai aspek perlu diperhatikan dalam menentukan hal ini “apakah unnatural ini lumrah dan kita tidak melakukan ‘playing god’?” atau sebenarnya hal itu hanya justifikasi atas penolakan kemajuan teknologi? Entahlah pertanyaan ini sungguh sulit dan panjang untuk dijelaskan.

Singkatnya hal ini bisa didiskusikan sedikit menggunakan 2 pendekatan. Pertama, Deontologis. Pandangan ini menekankan pada martabat manusia, sehingga pandangan ini menganjurkan untuk tidak menggunakan manusia sebagai gabungan Chimera. Kemudian, menentang penggunaan Chimera dimasa depan apalagi eksperimen yang tidak terkendali. Kedua, Utilitarian. Pandangan ini cenderung mendukung pembuatan Chimera. Mungkin saja manfaat Chimera lebih besar dibandingkan dengan bahaya yang ditimbulkan. Apalagi Chimera diduga dapat digunakan untuk mempelajari obat baru yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha farmasi, sehingga eksperimen dapat berjalan dengan efisien. Manfaat lain yang diharapkan adalah transparansi organ.[12]

 

Bagaimana hukum menanggapi hal ini?

         Cepat atau lambat, hukum harus segera mengatur mengenai Chimera baik penggunaan, maupun pembuatannya. Meskipun terjadi zona abu – abu mengenai tingkatan moral. Adakah negara yang sudah mengatur hal ini? Jawabannya adalah tentu ada. Namun perlu diperhatikan selanjutnya adalah tidak semua aturan di negara – negara ini mengatur berbagai bentuk Chimera. Hal ini dikarenakan semakin modernnya teknologi dan metode yang digunakan untuk eksperimen Chimera dan hukum berjalan sangat lambat.

Seperti contoh[13] adalah Negara Kanada dalam Assisted Human Reproduction ACT 2004 yang melarang pembuatan Chimera. Chimera disini hanya terbatas pada embrio manusia yang telah dimasukan sel non-human[14]. Pengaturan yang serupa tapi tak sama terjadi pada negara Australia pada The Prohibition of Human Cloning for Reproduction Act 2002. Singkatnya aturan ini mendefinisikan Chimera secara khusus, yaitu terdapat Embroys Chimera[15] dan Embryos Hybrid[16]. Untuk embroys chimera tidak diperbolehkan sama sekali untuk dikembangkan, berbeda dengan embroys hybrid yang boleh dikembangkan asalkan tidak lebih dari 14 hari. Maka dari sini ini, kiranya diperlukan kesepakatan dari seluruh pemegang stakeholder mengenai definisi yang jelas, batasan – batasan atau bahkan peregangan apa saja dalam pengembangan dan penciptaan Chimera. Tantangan yang paling mendasar adalah pembahasan filosofi mengenai tingkatan moral yang diberikan. Untuk sekarang, The International Society for Stem Cell Research (ISSCR) telah membuat sebuah pedoman berjudul “Guidelines For Stem Cell Research and Clinical Translation” yang setidaknya dapat menjadi dasar standar etika kesejahteraan hewan pada Chimera.

[1] Mahasiswa Fakultas Hukum UGM (2018)

[2] Mahasiswa SITH Biologi ITB (2019)

[3] Kara Rogers, https://www.britannica.com/science/chimera-genetics, dikases pada tanggal 30 April 2021.

[4] Nicole E. Kopinski, “Human-Nonhuman Chimeras: A Regulatory Proposal on the Blurring of Species Lines”, Boston College Law Review, Vol, 45, Issue 3, No. 3, 2004,  http://lawdigitalcommons.bc.edu/bclr/vol45/iss3/3.

[5] Tao Tan, et all., “Chimeric Contribution of Human Extended Pluripotent Stem Cells to Monkey Embryos Ex Vivo”, Cell, Vol. 185, Issue 8, 2021, DOI:https://doi.org/10.1016/j.cell.2021.03.020.

[6] Utomo Priyambodo, “Ilmuwan Biologi AS Sukses Ciptakan Embrio Hibrida Manusia-Monyet”, https://nationalgeographic.grid.id/read/132652329/ilmuwan-biologi-as-sukses-ciptakan-embrio-hibrida-manusia-monyet?page=all, diakses pada 3 Mei 2021.

[7] Ex vivo adalah  mengacu pada percobaan atau pengukuran yang dilakukan di dalam jaringan di luar tubuh organismenya

[8] Laporan penelitian dapat diakses pada Jun Wu el al, “Interspecies Chimerism with Mammalian Pluripotent Stem Cells, Cells, Vol 168, Issue 3, 26 Janurari, 2017, DOI: https://doi.org/10.1016/j.cell.2016.12.036.

[9] Nur Asmadayana el all, “Bioteknologi Modern:Aplikasi, Status, Isu Etika dan Perspektif Penyelidik dan Industri terhadap Prinsip Etika Utama”, Akademika, Vol 89, No. 1, 2019.

[10] Yeremias  Jena, “Bioetika dalam Bingkai Sejarah dan Metodologi.” Dalam Moralitas Lentera Peradaban Dunia, diedit oleh Ata Ujan, Andre, Kainama, Febiana R., Gunawan, T. Sintak, 315-341. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011.

[11] Koko Kwisda, et all., “Ethical arguments concerning human-animal chimera research: a systematic review”, BMC Medical Ethics, Vol. 21, No. 24, 2020, DOI: https://doi.org/10.1186/s12910-020-00465-7.

[12] Nicole E. Kopinski, “Human-Nonhuman Chimeras: A Regulatory Proposal on the Blurring of Species Lines”, Boston College Law Review, Vol, 45, Issue 3, No. 3, 2004,  http://lawdigitalcommons.bc.edu/bclr/vol45/iss3/3.

[13] Lihat pengaturan dari negara – negara lain pada Julian J. Koplin, et all., “Time to Rethink The Law on Part-Human Chimeras”, Journal of Law and The Biosciences, Vol. 6, Issue 1, Mei, 2019, DOI: https://doi.org/10.1093/jlb/lsz005.

[14] chimera means

  • (a) an embryo into which a cell of any non-human life form has been introduced; or
  • (b) an embryo that consists of cells of more than one embryo, foetus or human being. (chimère)

[15] chimeric embryo means:

(a)  a human embryo into which a cell, or any component part of a cell, of an animal has been introduced (b)  a thing declared by the regulations to be a chimeric embryo.

[16] hybrid embryo means:

(a)  an embryo created by the fertilisation of a human egg by animal sperm; or

(b)  an embryo created by the fertilisation of an animal egg by human sperm; or

(c)  a human egg into which the nucleus of an animal cell has been introduced; or

(d)  an animal egg into which the nucleus of a human cell has been introduced; or

(e)  a thing declared by the regulations to be a hybrid embryo.

 

ilustrasi : unsplash.com

Leave a comment

Your email address will not be published.